Menu

  • Home
  • Elektronika
  • Sensor
  • Praktikum ESD
  • Praktikum Uc & Up
    • Modul 1
    • Modul 2
    • Modul 3
    • Modul 4
    • Incremental and Absolute Position Encoder

      [MENUJU AKHIR]
      [KEMBALI KE MENU SEBELUMNYA]

      Penggunaan Incremental Encoder untuk Posisi Motor Analog


      1. Tujuan

      • Mengetahui pengertian rotary encoder, incremental dan absolute encoder.
      • Mengetahui prinsip kerja rotary encoder.
      • Membuat rangkaian encoder. 

      [kembali]
      2. Alat dan Bahan
      •  Generator DC
      •  Motor-Enco
      •  LED
      •  Ground
      • Motor DC
      • Gerbang Logika
      1. Generator DC
      Gambar 2.1 Generator DC untuk sumber tegangan.

          2. Motor-Enco

      Gambar 2.2 Motor-Enco sebagai sensor pengatur posisi sudut

           3. 4 buah LED
      Gambar 2.3 LED sebagai lampu indikator bekerjanya rangkaian

           4. Ground


      Gambar 2.4 Ground sebagai komponen untuk menggroundkan sumber tegangan

          5. Motor DC

      Gambar 2.5 Motor DC sebagai alat yang akan kita kontrol dengan Motor-Enco
      6. Gerbang logika AND dan NOT



      \Gambar 6.1 Gerbang logika NOT

      \Gambar 6.2 Gerbang logika AND



      [kembali]
      3. Teori
      Sekilas Rotary Encoder

             Rotary encoder adalah divais elektromekanik yang dapat memonitor gerakan dan posisi. Rotary encoder umumnya menggunakan sensor optik untuk menghasilkan serial pulsa yang dapat diartikan menjadi gerakan, posisi, dan arah. Sehingga posisi sudut suatu poros benda berputar dapat diolah menjadi informasi berupa kode digital oleh rotary encoder untuk diteruskan oleh rangkaian kendali. Rotary encoder umumnya digunakan pada pengendalian robot, motor drive, dsb.
            Rotary encoder tersusun dari suatu piringan tipis yang memiliki lubang-lubang padabagian lingkaran piringan. LED ditempatkan pada salah satu sisi piringan sehingga cahaya akan menuju ke piringan. Di sisi yang lain suatu photo-transistor diletakkan sehingga photo-transistor ini dapat mendeteksi cahaya dari LED yang berseberangan. Piringan tipis tadi dikopel dengan poros motor, atau divais berputar lainnya yang ingin kita ketahui posisinya, sehingga ketika motor berputar piringan juga akan ikut berputar. Apabila posisi piringan mengakibatkan cahaya dari LED dapat mencapai photo-transistor melalui lubang-lubang yang ada, maka photo-transistor akan mengalami saturasi dan akan menghasilkan suatu pulsa gelombang persegi. Gambar 1 menunjukkan bagan skematik sederhana dari rotary encoder. Semakin banyak deretan pulsa yang dihasilkan pada satu putaran menentukan akurasi rotary encoder tersebut, akibatnya semakin banyak jumlah lubang yang dapat dibuat pada piringan menentukan akurasi rotary encoder tersebut.

      Rangkaian penghasil pulsa yang digunakan umumnya memiliki output yang berubah dari +5V menjadi 0.5V ketika cahaya diblok oleh piringan dan ketika diteruskan ke photo-transistor. Karena divais ini umumnya bekerja dekat dengan motor DC maka banyak noise yang timbul sehingga biasanya output akan dimasukkan ke low-pass filter dahulu. Apabila low-pass filter digunakan, frekuensi cut-off yang dipakai umumnya ditentukan oleh jumlah slot yang ada pada piringan dan seberapa cepat piringan tersebut berputar, dinyatakan dengan:


       Dimana fc adalah frekuensi cut-off filter, sw adalah kecepatan piringan dan n adalah jumlah slot pada piringan.

      Incremental Encoder
         Incremental encoder terdiri dari dua track atau single track dan dua sensor yang disebut channel A dan B (Gambar 7). Ketika poros berputar, deretan pulsa akan muncul di masing-masing channel pada frekuensi yang proporsional dengan kecepatan putar sedangkan hubungan fasa antara channel A dan B menghasilkan arah putaran. Dengan menghitung jumlah pulsa yang terjadi terhadap resolusi piringan maka putaran dapat diukur. Untuk mengetahui arah putaran, dengan mengetahui channel mana yang leading terhadap channel satunya dapat kita tentukan arah putaran yang terjadi karena kedua channel tersebut akan selalu berbeda fasa seperempat putaran (quadrature signal). Seringkali terdapat output channel ketiga, disebut INDEX, yang menghasilkan satu pulsa per putaran berguna untuk menghitung jumlah putaran yang terjadi.

      Gambar 1. susunan piringan untuk incremental encoder

       Contoh pola diagram keluaran dari suatu incremental encoder ditunjukkan pada Gambar 8. Resolusi keluaran dari sinyal quadrature A dan B dapat dibuat beberapa macam, yaitu 1X, 2X dan 4X. Resolusi 1X hanya memberikan pulsa tunggal untuk setiap siklus salah satu sinya A atau B, sedangkan resolusi 4X memberikan pulsa setiap transisi pada kedua sinyal A dan B menjadi empat kali resolusi 1X. Arah putaran dapat ditentukan melalui level salah satu sinyal selama transisi terhadap sinyal yang kedua. Pada contoh resolusi 1X, A = arah bawah dengan B = 1 menunjukkan arah putaran searah jarum jam, sebaliknya B = arah bawah dengan A = 1 menunjukkan arah berlawanan jarum jam.

      Gambar 2. Contoh pola keluaran incremental encoder

      Gambar 3. output dan arah putaran pada resolusi yang berbeda-beda


      Pada incremental encoder, beberapa cara dapat digunakan untuk menentukan kecepatan yang diamati dari sinyal pulsa yang dihasilkan. Diantaranya adalah menggunakan frequencymeter dan periodimeter.
      (1)
      Cara yang sederhana untuk menentukan kecepatan dapat dengan frequencymeter, yakni menghitung jumlah pulsa dari encoder, n, pada selang waktu yang tetap, T, yang merupakan periode loop kecepatan (Gambar 10). Apabila α adalah sudut antara pulsa encoder, maka sudut putaran pada suatu periode adalah:
      (2)
      Sehingga kecepatan putar akan kita dapatkan sebagai:
      (3)
       Kelemahan yang muncul pada cara ini adalah pada setiap periode sudut αf yang didapat merupakan kelipatan integer dari α. Ini akan dapat menghasilkan quantification error pada kecepatan yang ingin diukur.
      Gambar 4. Sinyal keluaran encoder untuk pengukuran kecepatan dengan frequencymeter

      Cara yang lain adalah dengan menggunakan periodimeter. Dengan cara ini kita akan mengukur kecepatan tidak lagi dengan menghitung jumlah pulsa encoder tetapi dengan menghitung clock frekuensi tinggi (HF Clock) untuk sebuah pulsa dari encoder yaitu mengukur periode pulsa dari encoder (Gambar 11). Apabila αp adalah sudut dari pulsa encoder, t adalah periode dari HF clock, dan n adalah jumlah pulsa HF yang terhitung pada counter. Maka waktu untuk sebuah pulsa encoder, Tp,  adalah:
      (4)
      Sehingga kecepatan yang akan kita ukur dapat kita peroleh dengan:

      (5)
      Seperti halnya pada frequencymeter, disini juga muncul quantification error karena waktu Tp akan selalu merupakan perkalian integer dengan t.
      Gambar 5. Pengukuran kecepatan dengan menggunakan Periodimeter

      Keuntungan Incremental Encoder

      1. Baik untuk penghitungan pulsa sederhana atau aplikasi pemantauan frekuensi seperti               kecepatan, arah, dan pemantauan posisi
      2. Lebih hemat biaya dan lebih kompleks daripada enkoder mutlak
      3.  A, B, Z, dan sinyal terbalik sebagai HTL (Dorong-Tarik) atau TTL (RS422).
      4. Setiap pulsa menghitung hingga 16384 PPR yang tersedia 
      5. Fungsionalitas penskalaan yang fleksibel.
      6. Prinsipnya menggunakan pengukuran magnetik.
                  7. Pembuat enkode tambahan memiliki resolusi hingga 50.000 PPR.

      Absolute Encoder

      ABSOLUTE ROTARY ENCODER
      Absolute encoder menggunakan piringan dan sinyal optik yang diatur sedemikian sehingga dapat menghasilkan kode digital untuk menyatakan sejumlah posisi tertentu dari poros yang dihubungkan padanya. Piringan yang digunakan untuk absolut encoder tersusun dari segmen-segmen cincin konsentris yang dimulai dari bagian tengah piringan ke arah tepi luar piringan yang jumlah segmennya selalu dua kali jumlah segmen cincin sebelumnya. Cincin pertama di bagian paling dalam memiliki satu segmen transparan dan satu segmen gelap, cincin kedua memiliki dua segmen transparan dan dua segmen gelap, dan seterusnya hingga cincin terluar. Sebagai contoh apabila absolut encoder memiliki 16 cincin konsentris maka cincin terluarnya akan memiliki 32767 segmen. Gambar 3 menunjukkan pola cincin pada piringan absolut encoder yang memiliki 16 cincin.

      Contoh susunan pola 16 cincin konsentris pada absolut encoder

       Karena setiap cincin pada piringan absolute encoder memiliki jumlah segmen kelipatan dua dari cincin sebelumnya, maka susunan ini akan membentuk suatu sistem biner. Untuk menghasilkan sistem biner pada susunan cincin maka diperlukan pasangan LED dan photo-transistor sebanyak jumlah cincin yang ada pada absolut encoder tersebut.

      Contoh piringan dengan 10 cincin dan 10 LED – photo-transistor untuk
      membentuk sistem biner 10 bit.

       Sistem biner yang untuk menginterpretasi posisi yang diberikan oleh absolute encoder dapat menggunakan kode gray atau kode biner biasa, tergantung dari pola cincin yang digunakan. Untuk lebih jelas, kita lihat contoh absolut encoder yang hanya tersusun dari 4 buah cincin untuk membentuk kode 4 bit. Apabila encoder ini dihubungkan pada poros, maka photo-transistor akan mengeluarkan sinyal persegi sesuai dengan susunan cincin yang digunakan. Gambar 5 dan 6 menunjukkan contoh perbedaan diagram keluaran untuk absolute encoder tipe gray code dan tipe binary code.
      Contoh diagram keluaran absolut encoder 4-bit tipe gray code

      Dengan absolute encoder 4-bit ini maka kita akan mendapatkan 16 informasi posisi yang berbeda yang masing-masing dinyatakan dengan kode biner atau kode gray tertentu. Tabel 1 menyatakan posisi dan output biner yang bersesuaian untuk absolut encoder 4-bit. Dengan membaca output biner yang dihasilkan maka posisi dari poros yang kita ukur dapat kita ketahui untuk diteruskan ke rangkaian pengendali. Semakin banyak bit yang kita pakai maka posisi yang dapat kita peroleh akan semakin banyak.

      Contoh diagram keluaran absolut encoder 4-bit tipe binary code


      Output biner dan posisi yang bersesuaian pada absolute encoder 4-bit

      Kelebihan Absolute Encoder

      1. Mengingat posisinya setelah pemadaman listrik dan menawarkan pemantauan posisi  berkelanjutan.
      2. Biasanya memiliki fungsi speed, scaling, preset, dan fieldbus.
      3. Memungkinkan Anda untuk menentukan posisi yang tepat dari suatu mesin dan     mengendalikan penyimpanan data elektronik.
      4. Beberapa opsi antarmuka: Analog, Ethernet, Fieldbus, Paralel, Serial.
      5. Single-turn dan opsi revolusi multi-turn tersedia.
      6. Prinsip pengukuran magnetik.
      7. Encoder absolut memiliki resolusi hingga 16 bit, atau 65.536 pulsa per revolusi (PPR). 


      Grafik Respon




      [kembali]

      4. Rangkaian



      Prinsip Kerja:
      1. Penjelasan Percobaan :

        a. Ketika kode encouder 0 - 0, maka akan hidup led-blue
        b. Ketika kode encouder 0 - 1, maka akan hidup led-yellow
        c. Ketika kode encouder 1 - 0, maka akan hidup led-red
        d. Ketika kode encouder 1 - 1, maka akan hidup led-green

      2. Perhitungan.

         Atur nilai Zero Load RPM pada Motor-Enco menjadi 45. ketika dilakukan perhitungan pada jumlah pergerakan sudut pada encouder, terlihat 27 kali perubahan posisi sudut untuk mencapai perputaran maksimal 360 derajat.  pergeseran sudut dapat dihitung dengan rumus :

      Rumus mencari frekuensi (Hz)


        Rumus perhitungan pergeseran sudut.


            
      Perhitugan pergeseran sudut.


      3. Proses pengendalian gerakan motor :
      Pada posisi sudut tertentu, Motor DC bergerak secara bersama. Jarak antara sudut pada saat Motor DC bergerak bersama selalu sama yaitu 106.64 derajat.



      [kembali]
       
      5. Video 

      [kembali]
       
      6. Link Download
      Download Vidio Disini
      Download Rangkaian Disini
      Download Data Sheet Disini
      Download HTML Disini
      [kembali]
      [MENUJU AWAL]

      Tidak ada komentar:

      Posting Komentar